Garuda Boeing 737 400 GA 200 (Opini)

Kemaren, tepat kira" jam tujuh lewat dikit. Masih dalam keadaan tidur. Bulek gw dateng ke rumah, sambil agak tereak, "mbak (menunjuk nyokap)..mbak... ada pesawat jatuh tuh."
"Neng ngendi?" Jawab nyokap.
"Neng bandara. Kuwi rame2. Nek arep nonton."

Wacks?..walopon masih tidur, s4 terlintas dlm benak gw. 'kok ada kecelakaan malah jd tontonan?'
Ini kmd mengingatkan gw waktu ada gempa mei 2006 lalu. Wong ada musibah, kok org" malah sibuk menjadikan yg menderita sebagai tontonan, emgnya bioskop?

Trus yg menjadikannya nyesek adl jam 8.05, ketika gw liat di berita, tuh pesawat yg kebakaran cuma diliatin aja ma org" (yah g bisa berbuat lebih banyak juga). Eh bunyi tuing" alias suara sirine mobil pemadam kebakaran. Dan tak lama kmd jam 8.10, di tipi baru bermunculan para petugas pemadam, itu pun masih ada yang jumpalitan karna g kuat megang selangnya (coba deh perhatiin). Hah, kenapa mereka itu baru dateng, padahal kan kecekalaannya jam 07.15. kok bisa telat 1 jam? Kemana mereka selama 1 jam, ah sepertinya kurang siap. Apa mereka masih pada molor yah? Itu pertanyaan yg muncul di benak gw ketika kejadian itu berlangsung. Barangkali lantaran mereka jarang mendapatkan tugas seperti itu, dan ketika ada kejadian, maka mereka menjadi kaget 1/2 mati. Mungkin inilah kehidupan Indonesia yg sebenarnya. Seperti kata Deny Cagur, "budaya Indonesia itu cuma dua: telat sama korupsi."

Huh, sebel...udah gitu, gw tidur lagi.
Mohon maaf kritiknya kasar, abis gw emg baru bangun tidur. Masih belum berkumpul jiwa dan raganya.

0 Response to "Garuda Boeing 737 400 GA 200 (Opini)"

Posting Komentar