Kawanku memulai pembicaraan. "Bebek-bebek kamu gimana, Lih?"
"Ludes. Semua dijual," sahutku. Sementara kawanku yang bokongnya paling tebel diam saja, sepertinya asyik menghirup asap rokoknya.
"Hlo kenapa?" tanya kawanku itu.
"Ya tak apa-apa. Tak ada hasilnya."
"Maksudmu tak pernah nelor? Padahal dulu banyak tho?"
"Yuph. 50 ekor. Lumayan. Tapi yang nelor cuma 5-10 ekor saja. Tekor tho?"
"Waduh, kamu saja yang sudah berpengalaman tidak berhasil, apa lagi saya. saya baru ingin mulai je..."
Sedikit tertarik saya lontarkan pertanyaan padanya. Kulirik kawanku satunya masih asyik menghisap tembakaunya, entah memerhatikan atau tidak, peduli setan.
"Kamu mau ikutan juga?"
"Iya. Sampai bela-belain hutang sama mbakyuku."
"Ckckck... berapa duit mau keluar?"
"3 juta."
"Ckckck lagi ah..."
"Kenapa e? Jangan buat saya bingung nih."
"Nggak. Tapi hal yang perlu kamu perhatikan dalam bisnis bebek itu ada tiga hal."
"Apa?!"
"Pertama, sebisa mungkin jangan jadikan kegiatan itu yang utama, jadikan yang kedua saja (mirip lagunya mbak Astrid yang cantik itu). Kedua, jangan dijagain dulu, kamu harus siap tekor, kalau awal-awal sudah berharap, bakal rugi (pengalaman yang bicara gitu). Ketiga, dan ini yang paling penting, kamu kan nggak tahu seluk beluk bebek, jadi jangan minjem dulu modalnya, apalagi modalnya harus dikembaliin tiap bulan sebesar segitu. Ckckck... susah. Pengalaman itu yang menghentikanku piara bebek, karena duitnya kecil, tak sepadan. Mending cari duit dengan cara lain. Lagian rumahku rekat-rekat dengan tetangga, jadi bau bebek mengganggu banget."
Dia manggut-manggut, entah mengerti entah tidak, saya tak begitu urusan. Setelah dia bertanya satu pertanyaan lagi, tak bersahutan, tak ada apa-apa lagi. Kami lantas bubar jalan pulang ke rumah masing-masing. (Lilih Prilian Ari Pranowo)
0 Response to "Pengalaman Mencari Uang (1)"
Posting Komentar