Soalnya akhir-akhir ini keinginan saya untuk terus eksis di dunia tulis makin menggebu. Seorang kawan yang sudah hidup berbahagia di pulau seberang mengsms saya. Dia mengatakan kalau saya bisa hidup dari tulisan, seperti yang pernah dilakoni suaminya sekarang selama setahun tinggal di Jogja dulu. Sms dia segera kujawab dengan sms pula. Saya mengerti, ini sedang mengupayakan. Saran dia, saya disuruhnya menulis cerpen. Padahal pengalaman menulis cerpen saya buruk. Saya memang menulis cerpen, meski belum cukup bagus untuk menembus media. Itu sudah kulakukan sejak 2002 lalu.
Ada satu cerita menarik. Ceritanya, akhir tahun 2004-an, saya pernah mengirim cerpen berjudul Senja yang Sudah Mati. Saya pikir cerpen itu tidak dimuat dan gara-gara pikiran negatif saya itu, saya memang tak pernah lagi memeriksanya. Hingga dua tahun kemudian, diakhir 2007, kutemukan cerpen itu ternyata dimuat. Wah hati senang karena (kebetulan) tak punya uang. Meskipun tak pernah kudapatkan honornya yang cuma 50 ribu itu. Yang bikin saya bertanya-tanya adalah kenapa pihak redaksinya itu tak pernah telepon saya? Karena sudah berlalu, saya tak lagi mau mengurusi. Malas saja rasanya.
Kembali ke soal yang paling atas tadi. Sebetulnya saya juga sudah menjadi pengisi di rubrik Edukasinema majalah Jogjaeducation (klik di sini untuk tulisan sudah dimuat). Di samping menyambi-nyambi jadi reporter untuk artikel Almanak Pengetahuan. Sayangnya perkembangan yang demikian lamban begini menyulitkan saya untuk hidup lebih "sehat". Yeap apa yang paling dibutuhkan penulis? Buku kan... Sementara honor dari kedua tempat itu tidak mencukupi untuk beli buku. Hahaha...
Namun saya cukup bahagia dengan kehidupan saya yang masih kurang "sehat" ini. Pikir saya yang penting saya jalan. Sirkulasi bisa berputar tetap. Apa besok saya bisa hidup lebih bagus ketimbang ini, saya nggak tahu. Toh, bukan saya menetapkan jalan. Saya hanya bisa menjalankannya.
Thanks buat orang-orang yang membantu saya dalam proses ini. Maap kalian tak bisa kusebut satu persatu. (Wah, rasanya seperti mendapat Academy Award saja).
(Lilih Prilian Ari Pranowo)
0 Response to "Di Persimpangan, Siapkan Bekal, Jalan Terus"
Posting Komentar