Peran U Aung San Dalam Perang Kemerdekaan Myanmar

U Aung San lahir di Natmauk, kota kecil di daerah kering di Myanmar Tengah pada tanggal 13 Februari 1915, tiga puluh tahun setelah perang Inggris-Myanmar ketiga yang mengakhiri Kerajaan Mandalay menyebabkan seluruh negeri Myanmar berada di bawah pemerintahan Inggris. Penduduk memiliki tradisi mengabdi kepada raja-raja Myanmar dan beberapa nenek moyang U Aung San memperoleh kedudukan tinggi dalam pemerintahan.

Ketika U Aung San memasuki Universitas Yangoon, pemberontakan Hsya San yang terjadi setahun sebelumnya telah tertumpas dan pemimpinnya telah di hukum mati. Latar belakang pemberontakan ini disebabkan oleh penderitaan penduduk yang menuntut pembagian tanah, Inggris menganggapnya sebagai pemberontakan petani yang dipimpin oleh orang yang percaya takhayul dan ingin menjadi raja dan meremehkannya, hal itu menimbulkan simpati lebih besar dari kalangan orang Myanmar, mereka menganggap Hsya San sebagai tokoh yang tidak menarik pun terharu oleh keberanian dan semangat kebangsaan para pemberontak dan merasa kasihan karena pembalasan yang keji oleh pemerintah. Orang-orang Myanmar tidak pernah berdamai dengan kekuasaan asing walaupun telah dicapai hasil yang lumayan dari politik perdamaian Inggris.

Keterlibatan U Aung San dalam kegiatan politik mahasiswa terjadi secara selangkah demi selangkah kemudian secara cepat meningkat setelah tahun 1935. Ia bekerja sama dengan para pemuda seperti Nu, Hla, Rashid, Their Pein pe dan Kyaw Nyein, kemudian ia menjadi tokoh terkenal dalam gerakan kemerdekaan Myanmar. U Aung San menjadikan organisasi mahasiswa itu sebagai kekuatan politik yang patut diperhitungkan, mereka berusaha memasuki pimpinan perhimpunan mahasiswa yang konformis walaupun pada mulanya tidak berhasil tetapi nasionalisme mereka yang terus berkobar dan kerja keras akhirnya menuai hasil.

u aung san
Gambar : U Aung San


Pada tahun 1935-1936 kelompok kaum nasionalis muda telah berhasil menduduki sebagian besar kursi pimpinan perhimpunan mahasiswa, U Aung San sebagai salah seorang yang terpilih dalam Dewan Eksekutif menjadi editor majalah perhimpunan. Pada tahun 1936 taerjadi pemogokan yang merupakan tonggak penting dalam perkembangan politik kaum nasionalis muda, hal ini menyebabkan U Aung San dikenal secara luas sebagai pemimpin mahasiswa dimana ia berhasil menjadi ketua Perhimpunan Mahasiswa Myanmar dan Himpunan Mahasiswa Universitas Yangoon.

Pada tahun 1938 ia keluar dari Universitas untuk menjadi anggota Dohbama Asi-ayone sebuah partai yang lahir dari kancah huru hara Indo-Myanmar pada tahun 1930. Penguasa Inggris menginginkan istilah Thakin yang berarti tuan tanah agar diucapkan oleh orang Myanmar dan menjadikan mereka sebagai bawahannya. Dengan menerepkan gelar bagi diri mereka sendiri para Thakin muda itu menyatakan hak orang Myanmar menjadi tuan di negeri sendiri dengan warna nasionalisme yang berani sehingg muncullah percekcokkan dalam tubuh organisasi, sehingga timbullah dua golongan, U Aung San bergabung dengan faksi besar yang dipimpin oleh Thakin Kodaw Hmaing dan menjabat sebagai sekretaris jenderal Dohmana Asi-ayone dan kemudian dialah yang menyusun manifesto.

Pada tahun 1938-1939 terjadi peristiwa penting yang dikenal dengan Revolusi 1300. U Aung San adalah salah seorang yang dianggap bisa mengatasi persaingan antara faksi dan keprihatinan, Ia menjadi anggota pendiri serta sekretaris jenderal dalam suatu kelompok yang digambarkan sebagai studi Marxis. U Aung San tidak bersikap fanatik, ia beranggapan bahwa yang luas baginya ialah luas lingkup teori sosial namun pencarian sebenarnya adalah gagasan dan siasat yang dapat mencapai kemerdekaan dan percatuan bagi negerinya. Pada tahun 1939 U Aung San memimpin suatu kubu kemerdekaan yang diberi nama sindiran gagasan Thakin U Aung San. Tujuannya ialah melawan dan memberontak pada pemerintahan Inggris, namun menjelang akhir tahun 1942 banyak pemimpin Thakin dan Ba maw yang dimasukkan ke dalam penjara, kemudian keluarlah surat perintah atas penangkapan U Aung San, namun ia mendapat peringatan dan dapat segera menghilang.


A. GERAKAN NASIONALISME U AUNG SAN DALAM MERAIH KEMERDEKAAN MYANMAR
U Aung San telah memperkirakan bahwa suatu saat diperlukan perjuangan senjata, namun ia tidak selalu mengesampingkan kemungkinan mendapatkan kemerdekaan melalaui cara konstitusional. Pada Agustus 1940, U Aung San bersama seorang Thakin lain, Hla Nyaring (Yang aung) meninggalkan Myanmar dengan kapal Hai Lee dan tiba di Kulangsu, daerah pemukiman internasional di Amoy, Cina. Selama beberapa bulan keduanya terdampar disana tanpa mencapai hubungan dengan komunis Cina. Namun keduanya didekati oleh agen Jepang, kemudian pergi ke Tokyo untuk menemui kolonel Kenji Suzuki, seorang opsir militer Jepang yang terkenal sebagai kepala Minami Kikan, sebuah organisasi rahasia yang bertugas membantu kemerdekaan Myanmar.

Di Tikyo, U Aung San dan Suzuki membina sejenis pengertian bersama, namun keduanya masih terdapat pemikiran yang berbeda. Meskipun Suzuki menghargai U Aung San atas kejujuran dan patriotismenya, ia juga mengeluarkan kritikan keras yang berpendapat bahwa pemikiran politik U Aung San kurang matang. Dalam mendekati Jepang U Aung San merasa khawatir dan was-was. Karena meskipun ia mengagumi patriotisme, kebersihan, dan pengorbanan diri masyarakat Jepang, ia merasa berkeberatan terhadap kekasaran beberapa pandangan kemiliterannya dan agak terkejut oleh sikap mereka terhadap wanita.

Tentara Kemerdekaan Myanmar (TKM) secara resmi dibentuk di Bangkok pada bulan Desember 1941. TKM merupakan pasukan yang terdiri atas para pemuda yang dilatih di Hainan, orang-orang Thai dari Myanmar, dan para anggota Minami Kikan. Para anggota pasukan tersebut mengangkat sumpah setia, dan opsirnya menggunakan nama Suzuki menjadi Moegyo (halilintar) dan U Aung San menjadi Teza (api). Penyerbuan TKM ke Myanmar bersama bala tentara Jepang menjadi kebanggaan tersendiri dan menimbulkan kegembiraan bagi orang Myanmar, mereka merasa bahwa pada akhirnya kehormatan bangsa dapat ditegakkan. Namun U Aung San dan beberapa kawan seperjuangannya segera menyadari bahwa kesulitan akan timbul nanti.

Para anggota Minami Kikan, yang menyadari kehormatan dan janji untuk memberikan kemerdekaan kepada Myanmar merasa kecewa dengan perkembangan situasi. Sesungguhnya Suzuki telah menyusun pemerintahan pusat dengan Tun Ok sebagai kepala pemerintahan segera setelah Yangoon jatuh ke tangan Jepang pada Maret 1942. Pemerintahan itu hanya berlangsung singkat karena setelah pendudukan itu dilanjutkan, pemerintah militer Jepang mengambil alih pemerintahan tersebut. Myanmar diperlakukan terus sebagai wilayah taklukan. U Aung San tidak mambayangkan hal ini sebelumnya, ia memusatkan perhatian untuk memperkuat dan mendisiplinkan tentara, karena sadar bahwa usaha untuk mencapai kemerdekaan masih sangat panjang.

U Aung San dinaikkan pangkatnya menjadi mayor jenderal dan diundang ke Jepang untuk diberi bintang jasa oleh kaisar pada bulan maret 1943. Perutusan ke Tokyo dipimpin oleh Ba Maw, di disamping U Aung San juga terdapat dua negarawan terkemuka yaitu Thein Maung dan Mya, perdana menteri Jepang. Jenderal Tojo mengumumkan bahwa dalam bulan Januari Myanmar akan segera mendapatkan kemerdekaan. Pada 1 Agustus 1943, Myanmar dinyatakan sebagai negara merdeka yang berdaulat dan menjadi anggota yang sederajat dalam lingkungan kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Kemudian Ba Maw diangkat menjadi kepala negara dengan gelar adipati yang merangkap sebagai perdana menteri, sedangkan U Aung San menjadi perdana menteri urusan perang.

Permusuhan yang muncul antara kaum komunis dan kaum sosialis dari partai revolusioner Myanmar menjadi masalah berat yang harus diatasi oleh U Aung San. Para pemimpin komunis itu ialah Soe, Than tun dan Ba Hein, sedangkan Kyaw nyein dan Ba Swe adalah dua orang diantara kaum sosialis yang pailng utama dan giat. U Aung San berusaha keras agar kedua belah pihak dapat bersatu. Pada bulan Agustus 1944, U Aung San mengadakan pertemuan rahasia selama beberapa hari dengan Soe, Than Tun dan Ba Hein. U Aung San mengusulkan mengenai pembentukkan organisasi serta rencana aksi bersama, usul ini disetujui.

Setelah kekuatan dalam tubuh sendiri dapat disatukan, tinggalah mencari jalan untuk dapat berhubungan dengan pasukan sekutu sebelum memutuskan rencana perlawanan. Pada tanggal 27 Maret 1945, ketika pasukan Myanmar di seluruh pelosok negeri bangkit melawan Jepang, sepuluh hari sebelumnya U Aung San ikut serta dalam pawai upacara di Yangoon. Setelah pawai berakhir, ia dan kawan-kawannya bersama-sama keluar dari ibukota untuk melakukan manuver. Pada tanggal 15 Mei, U Aung San bersama seorang perwira staf pergi menemui Slim di markasnya. Dalam pembicaraan selanjutnya, U Aung San menegaskan dirinya sebagai wakil pemerintahan sementara sekutu. Ia berusaha memperoleh konsesi yang seluas-luasnya dari opsir Inggris itu, ia membawa diri secara lebih realistis, kooperatif dan memperlihatkan kejujuran sehingga Slim menyukai dan menghargainya.

Setelah pembicaraan antara U Aung San dan Slim, pasukan Myanmar dan sekutu bergabung muntuk menyerang bala tentara Jepang. Serangan ini berakhir kekalahan pada pihak Jepang. Pada tanggal 15 Juni, angkatan bersenjata Myanmar bersama-sama dengan satuan-satuan yang mewakili kerajaan Inggris dan pasukan sekutu mengadakan pawai kemenangan di Yangoon. Pada bulan agustus 1945, organisasi antifasis diperluas dengan mencakup organisasi-organisasi dan perorangan yang mewakili berbagai kepentingan sosial dan politik dan manggunakan nama Liga Kemerdekaan Rakyat Antifasis (LKRA).

Tahun 1945-1947 memperlihatkan kemunculan U Aung San sebagai pemimpin yang kuat dan negarawan yang cakap serta memperoleh kepercayaan dan kecintaan rakyatnya, ia mengecam oarang yang menginginkannya tetap berada dalam angkatan bersenjata. Pada bulan Mei 1945, pemerintah Inggris telah menjelaskan politiknya mengenai masa depan Myanmar dalam Buku Putih. Bagaimanapun pelaksanaannya, selama tiga tahun akan diperintah oleh gubernur secara langsung, dan pada saatnya kemudian pemilihan dan pembentukkan kembali Dewan serta pembuat Undang-undang Myanmar tahun 1935. Persyaratan yang terdapat dalam Buku Putih ini seluruhnya tidak dapat diterima oleh LKRA. Para pemimpin LKRA menjelaskan bahwa LKRA merupakan partai yang mewakili negara dan oleh karena itu harus diperbolehkan untuk membentuk pemerintahan sementara nasional guna menggantikan pemerintahan militer.

Meskipun penggantian gubernur tidak mengubah kebijakan politik LKRA, namun ada juga perubahan dalam hal pendekatan pemerintah Inggris, sehingga politik kemerdekaan memasuki tahap baru. Dewan gubernur yang lama dibubarkan. Kemudian pada bulan September 1946, U Aung San diangkat menjadi wakil ketua Dewan Eksekutif tersebut dalam bidang pertahanan dan urusan luar. Rakyat memang kukuh berdiri dibelakangnya tetapi ia tidak bebas dari masalah. Lebih keras daripada tantangan yang datang dari partai politik yang mencoba menantang kedudukan LKRA adalah masalah dari dalam organisasi sendiri.

Pada bulan Desember, LKRA menerima undangan dari Pemerintah Inggris untuk berkunjung ke London guna membahas langkah-langkah yang diperlukan dalam membentuk Myanmar menjadi negara merdeka yang berdaulat. Dalam kunjungan dan pembicaraannya di Inggris tersebut menghasilkan ”Persetujuan U Aung San-Attlee”. Dua orang anggota delegasi Myanmar menolak menandatangani persetujuan itu, Kedua orang itu adalah Saw, perdana menteri terdahulu dan Ba Shein dari Dohbama Asi-ayone yang bersama Tun Ok memimpin faksi minoritas Thakin pasca perpecahan pada tahun 1938. Setelah tiba kembali di Myanmar, Saw dan Ba Shein bergabung dengan Ba Maw dan Paw Tun yang juga seorang mantan perdana menteri. Mereka membentuk oposisi nasional, dengan menuduh U Aung San telah menyerang pihak imperialis agar memegang jabatan.

U Aung San tidak terlalu terganggu dengan tuduhan lawan politiknya. Ia segera mengadakan perundingan dengan kelompok minoritas dalam negeri. Persetujuan yang dicapai dengan Inggris masih menetapkan batas-batas negara bakal akan ditentukan oleh penduduk. Konferensi untuk menyelesaikan masalah itu direncanakan akan diadakan di Panglong pada bulan Februari. Konferensi Panglong menghasilkan persetujuan yang mengakui bahwa kemerdekaan akan lebih cepat diperoleh suku bangsa Shan, Kachin dan Chin melalui kerja sama dengan Pemerintah Myanmar Sementara, merupakan puncak misi U Aung San untuk menyatukan suku bangsa yang beraneka ragam di Myanmar. Beberapa waktu setelah konferensi Panglong, U Aung San mengadakan perjalanan keliling yang meletihkan ke seluruh pelosok negeri, ia mengkampanyekan LKRA dalam pemilihan bulan April kemudian. Hubungan khusus tubuh antara masyarakat Myanmar dan pemimpin muda yang baru menginjak usia 32 tahun itu.

LKRA mengemukakan politik kemerdekaan dalam rapat bulan Mei, sebuah dewan dibnetuk untuk merencanakan konstitusi republik yang berdaulat dan bebas, yang disebut Uni Myanmar. Kemudian setelah kemerdekaan tercapai ia akan meninggalkan politik untuk mengabdikan diri pada keluarga dan peda kegiatan menulis. Namun hal itu tidak terlaksana. Dalam suatu rapat Dewan Eksekutif tanggal 19 Juli, U Aung San bersama enam anggota dewan termasuk Ba Win (kakak sulungnya) seorang anggota senior pemerintahan, serta seorang ajudan muda dibunuh oleh orang-orang berseragam yang mendobrak masuk ke dalam ruang yang tidak mendapat penjagaan dengan bersenjatakan senapan mesin. Setelah diselidiki ternyata mereka adalah suruhan Saw, mantan perdana menteri yang mempunyai ambisi besar dan tidak rela terhadap menanjaknya kepemimpinan nasional U Aung San. Saw terbukti bersalah dan mendapat hukuman mati.

Meskipun U Aung San telah meninggal dunia, kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan jiwa raganya menjadi kenyataan di negerinya. Nu, anggota LKRA yang paling senior dapat lolos dari maut, merampungkan perundingan terakhir dan pada tanggal 4 Januari 1949, lahirlah Uni Myanmar yang merdeka.


Description: peran u aung san, kemerdekaan myanmar, sejarah asia tenggara

1 Response to "Peran U Aung San Dalam Perang Kemerdekaan Myanmar"